The Mitsaqan Ghaliza

Bismillah. 

Salam wbt. 


Alhamdulillah, telah sebulan berlalu sejak 6hb September 2013, tarikh termeterainya sebuah mitsaqan ghaliza (pernikahan). Kami, Nadhirah binti Ahmad Fauzi dan Mohd Nadzrul Shah bin Mohd Junit ingin mengambil kesempatan ini untuk mengucapkan sekalung penghargaan dan jutaan terima kasih kepada semua yang telah datang menghadiri majlis pernikahan, walimatul urus di pihak perempuan dan pihak lelaki, dan tidak lupa juga buat semua yang menitipkan doa buat kami. Jutaan terima kasih juga buat kaum keluarga kerana membantu melancarkan majlis kami tempoh hari. Buat yang tidak dapat hadir, sebuah gambar kami kepilkan untuk tujuan hebahan perkahwinan. Mohon doa daripada semua agar bait yang dibina sentiasa diberkahi Allah, memberi sumbangan kepada ummah dan berkekalan hingga ke Jannah insyaAllah 



Apa itu mitsaqan ghaliza?

Saya tidak pandai menceritakannya panjang lebar. Jadi saya copy paste daripada link ini. Buat tuan penulis asal, saya mohon agar dihalalkan ilmu yang dikongsi.

“Ketika seseorang hendak menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agama. Maka hendaklah dia bertakwa kepada Allah dalam separuh yang tersisa.” (HR. Baihaqi)
Mendambakan pasangan merupakan fitrah sebelum dewasa dan dorongan yang sulit dibendung setelah dewasa. Manusia pada dasarnya adalah mahluk sosial, mahluk yang membawa sifat ketergantungan. Memang sewaktu-waktu manusia bisa merasa senang dalam kesendiriannya, tetapi tidak untuk selamanya. Manusia telah menyadari bahwa hubungan yang dalam dan dekat dengan pihak lain akan membantunya mendapatkan kekuatan dan membuat dia lebih mampu menghadapi tantangan. Karena alasan-alasan inilah, maka manusia mampu melakukan perkawinan, berkeluarga, bermasyarakat dan berbangsa.
Agama menyariatkan dijalinnya pertemua pria dan wanita dan diarahkannya pertemuan itu sedemikian rupa sehingga terlaksana apa yang dinamai perkawinan, guna mengusir hantu keterasingan dan guna beralihnya kerisauan menjadi ketentraman.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS Ar-Rum 39:21;
“Di antara tanda-tanda (kebesaran dan kekuasaan) Allah adalah Dia menciptakan dari jenis kamu pasangan-pasangan agar kamu (masing-masing) memperoleh ketentraman dari (pasangan)-nya dan dijadikannya di antara kamu mawaddah dan rahmah. Sesungguhnya yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”
Perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang lelaki dan seorang perempuan untuk hidup bersama. Ikatan tersebut dinamai Allah “mitsaqan ghaliza”-perjanjian yang amat kukuh (QS An-Nisa 4:21). Perjanjian yang namanya demikian hanya ditemui tiga kali dalam Al-Qur’an. Pertama yang disebut di atas, yakni menyangkut perjanjian antara suami-istri, dan dua sisanya menggambarkan perjanjian Allah dengan para nabi-Nya (QS Al-Ahzab 33:7) dan perjanjianNya dengan umatNya dalam konteks melaksanakan pesan-pesan agama (QS An-Nisa 4:154).
Perjanjian antara suami-istri sedemikian kukuh, sehingga bila mereka dipisahkan di dunia oleh kematian, maka mereka masih akan digabungkan oleh Allah di akhirat setelah kebangkitan. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Yasin 36:56 ;
“…mereka bersama pasangan-pasangan mereka bernaung di tempat yang teduh.”
Bahkan semua anggota keluarga ikut bergabung:
“Surga Adn yang mereka masuki, bersama orang-orang dari bapak-bapak mereka, pasangan-pasangan dan anak cucu mereka dan malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu..” QS. Ar-Rad 13:23
Dalam kehidupan berumah tangga, untuk menciptakan sakinah, ketenangan batin, dan kebahagiaan ruhani, tekad suami dan istri untuk hidup bersama merupakan faktor terpenting. Ini disebabkan karena tekad bersumber dari lubuk hati yang terdalam serta jiwa yang suci. Dan seperti kita semua tahu, manusia, kendati badannya berubah punah, namun jiwanya tidak demikian. Dinyatakan bahwa jiwa manusia kekal sesuai dengan kekekalan ruh dan karena itu pula, sebagaimana dinyatakan oleh Al Qur’an, kelanggengan hidup bersama sebagai pasangan suami istri berlanjut hingga hari kemudian. Ini tentu saja selama kehidupan rumah tangga mereka dijalin dan dibangun oleh nilai-nilai ilahi.
Itu sebabnya pula, perkawinan yang didasari oleh penyatuan jiwa tidak akan pernah punah atau layu dalam kehidupan ini. Memang ada permulaannya tetapi tak ada akhirnya. Selanjutnya, karena perkawinan yang didasari oleh cinta yang suci demikian itu halnya, maka pasangan suami istri tidak akan pernah merasa jemu, tidak juga merasakannya sebagai rutinitas yang membosankan dalam hidup.
Untuk mewujudkan hal tersebut, agama membekali manusia dengan potensi dalam dirinya, di samping ketetapan hukum yang tidak berubah, serta tuntunan dan petuah yang bila diindahkan, maka insya Allah, dampaknya adalah surga di dunia dan di akhirat.
Sebagai penutup, marilah kita selalu memanjatkan doa kepada Allah SWT, sebagaimana firmanNya dalam QS Al Furqon 25:74;
“…dan orang-orang yang berkata : Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami) dab jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.”

Amin Ya Robbal’alamin.
p.s : Hari ini 1 Zulhijjah. Mari menyambut hari-hari terawal bulan zulhijjah dengan amalan-amalan yang soleh :)



Comments